Sejak awal 1830 berita dan kisah tentang Kalimantan
yang berisi orang-orang Dayak menyebar di Jerman. Di katakan pada kisah
itu, bahwa pada masa itu, orang-orang Dayak ini tertinggal dan sangat
barbar. Kegelapan yang masih berada di Kalimantan ini menjadi semangat
pendorong perkembangan injil (PI) di Jerman untuk “menerangi” bangsa
yang ada di pulau Borneo.
Periode pertama sekitar tahun 1835 diawali dengan Perintisan Misionaris yang disebut Zending dengan panji RMG, dua orang utusan itu bernama Barnstein dan Heyer. Setelah berunding dengan Pemerintah Hindia Belanda dilanjutkan berlayar dari Betawi ke Banjarmasin (saat itu nama daerah ini Bandar Masih) setelah 44 hari berlayar dengan kapal barang tibalah Zending Barnstein seorang ke Kalimantan (26 Juni 1835) dengan misi mengabarkan injil untuk orang Dayak .
Misionaris ini memutar akal untuk dapat berhubungan dan berkomunikasi yang akrab dengan orang Dayak, bulan pertama strategi pendekatan adalah mencari pemimpin suku Dayak yang dilalui sebulan setelah tiba di Bandar Masih dilanjutkan melayari sungai Barito lalu menyusuri sungai Kahayan hingga sampai ke Kahayan Hilir, tepatnya di Gohong, Barnstein mengangkat saudara dengan Temanggung Ambo Nikodemus. Melalui prosesi inilah misi Zending dapat berjalan dengan lancar di kalangan orang Dayak . Di penghujung tahun 1835 berdatangan tiga orang misionaris lainnya untuk membangun pangkalan PI di pulau Kalimantan saat itu. Salah satu yang menarik dari periode Zending ini yaitu misi pendidikan sebagai salah satu tujuan dari lima pokok pencerahan yang dilakukan orang-orang Jerman kepada suku Dayak di Kalimantan.
Namun, pekerjaan Zending ini berakhir tragis setelah terjadinya Perang Banjar sekitar tahun 1859-1866 sehingga banyak misionaris yang harus kehilangan nyawanya karena entitas eropa atau sebutan kulit putih di kalangan suku pribumi, stigma tersebut melekat erat pada diri mereka walaupun mereka berbeda misi dengan bangsa Belanda yang menduduki Indonesia saat itu. Setelah pemberontakan itu tuntas, barulah kegiatan Zending berlanjut kembali dalam waktu yang sangat pelan dan lambat.
Sejarah lain di Kalimantan mencatat pada 1894 di Tumbang Anoi, desa di kabupaten Gunung Mas, diadakan perjanjian damai antarsuku Dayak untuk menghentikan “Kayau” (kayau diistilahkan dalam bahasa Inggris yaitu Head Hunting). kayau merupakan tradisi untuk meningkatkan derajat dan kekuasaan suatu suku di wilayah Dayak atas suku lain. Nah, perjanjian itu meniadakan tradisi ini selain itu juga dihasilkan 96 pasal perjanjian perdamaian.
Saya yakin perjanjian damai Tumbang Anoi pada 1894 merupakan akumulasi dan akulturasi hasil dari pencerahan Zending ini kepada orang-orang Dayak, di samping keinginan dari hati nurani orang Dayak sendiri yang ingin hidup damai dan bosan dengan perang antarsuku.
Sampai tahun 1911 sekitar 3000 orang dayak dibaptiskan menjadi kristen. Namun, kesulitan kembali melanda PI di Kalimantan di awal abad 20 dengan pecahnya perang dunia pertama yang mengakibatkan kesulitan keuangan operasional zending Jerman. Yang kemudian diambilalih oleh Zending Basel yang berkedudukan di Swiss untuk melanjutkan pekabaran injil di Kalimantan pada tahun 1920. Tahun 1920, tercatat 5000 orang sudah dibaptis dengan pekerja injil 14 orang, 39 penetua, 14 misionaris beserta keluarga, dan 11 pangkalan induk (stasi) zending.
Pada periode 1920-1935 inilah mulai diadakan pembenahan sampai pada deklarasi pendirian Gereja Dayak Evangelis yang dilakukan di Kuala Kapuas setelah sebelumnya tahun 1925 dibentuk Majelis Sinode pertama di Banjarmasin, di lanjutkan pertemuan-pertemuan sinode 1928, 1930. Pada tahun 1932 didirikan Sekolah Teologia di Banjarmasin yang menjadi cikal bakal STT Banjarmasin yang masih berdiri sampai saat ini.
Pada 5 april 1935 ditahbiskan lima orang pendeta Dayak pertama yang menjadi Pekerja Injil Nasional pertama di Indonesia, yaitu : Pdt. Rudolf Kiting, Pdt. Eduard Dohong, Pdt. Gerson Akar, Pdt. Hernald Dingang Patianom, Pdt. Mardonius Blantan. Inilah pionir-pionir muda yang energik dan membangun tanah Dayak dengan pekabaran injil. Dengan ditahbiskan kelima pionir ini dinyatakan tahun lahirnya Gereja Dayak Evangelis
Penguatan kembali terjadi pada persidangan zending tahun 1937 yang menginginkan banyak pekerja injil berasal dari orang setempat yaitu orang dayak atau orang-orang Borneo. Artinya sejak akhir abad ke-19, pendidikan merupakan sarana penting dan strategis untuk mengubah dan membentuk karakter sebuah bangsa walau dengan perjuangan yang berat dan bermandikan darah hingga berkorban nyawa. Diawali dari misi tanpa berujung Zending Barnstein yang akhirnya muncul orang-orang terdidik dari suku yang awalnya dikenal sangat ekstrim dan sering terjadi perang antarsuku, namun akibat “campur-tangan” orang-orang yang peduli dan terpanggil karena kerinduan mereka memberitakan Kabar Keselamatan membuat perubahan yang berdampak (1835 – 1935) yang artinya diperlukan sekitar seratus tahun untuk mengubah orang-orang Dayak ini menjadi pionir yang mandiri dan berjuang berdikari untuk mengubah martabatnya sendiri.
Saat ini wilayah pelayanan Gereja Dayak Evangelis (GDE) yang pada tahun 1950 melalui sidang sinode berganti nama menjadi Gereja Kalimantan Evangelis meliputi seluruh wilayah Kalimantan (termasuk Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur).
Dengan kata lain jika kita ingin maju dan menghitung tahun proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945 dapat diandaikan, melalui perjuangan yang keras dan penuh tantangan dalam dunia pendidikan maka tahun 2045 nanti Indonesia akan menjadi negara yang mapan dan tidak lagi berkutat dan tenggelam dalam gosip serta berita-berita yang saling melemahkan. Bangsa ini sudah cape dan lelah dengan pernyataan-pernyataan yang melemahkan para pemimpinnya satu sama lain, baik itu di setiap level dn strata.
Sementara bangsa lain bergiat dan berjuang penuh, berfokus konvergen untuk memajukan bangsa mereka (walaupun dengan cara ekspansionis seperti perang dan intervensi). Sebagian besar kelompok utama bangsa ini menghabiskan waktu dan daya upaya memikirkan kelemahan-kelemahan rival-rivalnya.
Alih-alih mengritik Presiden, para Menteri, para Gubernur dan para kepala daerah lainnya melalui dialog-dialog (yang diselubungi usulan atau pandangan atau pengamatan) yang akhirnya menjadi polemik dan dagelan sebagai santapan harian di media nasional maupun elektronik. Tidak ada keinginan berhenti dari dialog-dialog kritis yang semakin tenggelam ke dalam lautan keputusasaan, kehabisan energi, muncul energi negatif dan pesimistik, akhirnya sebagian besar generasi muda bangsa ini malas untuk bangun dan bangkit karena ketakutan setengah hidup tidak tahan dikritik dan dibombardir dengan intimidasi, teror kata-kata, intervensi ketidakpercayaan, intervensi ketidakmandirian.
Dengan alasan jika generasi muda diberi kemandirian, mereka akan menginjak kepala yang lebih tua, tidak hormat lagi, mereka akan tidak ingat lagi dengan generasi tua ini, generasi muda ini akan melupakan generasi tua dan membawa bangsa ini ke arah yang tidak jelas. Padahal energi muda atau Youth energy itulah sebagai energi yang terbarukan dan energi yang tidak pernah padam, dan melalui pendidikan segala ketakutan itu sirna jika diberikan pada jalur yang sesuai dengan cita-cita bapak-bapak dan ibu-ibu Bangsa our the founding Fathers yang namanya harum dan tertulis dalam buku-buku sejarah.
Melalui pendidikan, karakter dan wujud suatu bangsa yang Terbaik dapat terwujud nyata.
Selamat Hari Minggu, Selamat Hari Pendidikan GKE, 05 Mei 2019.
Tuhan Yesus Kristus Memberkati.
Sumber : http://msgke-kalteng.org/tentang-ms-gke-kalteng/sejarah-berdirinya-ms-gke-kalteng/
http://gke-gerejakalimantanevangelis.blogspot.com/2011/03/sejarah-gke.html
Periode pertama sekitar tahun 1835 diawali dengan Perintisan Misionaris yang disebut Zending dengan panji RMG, dua orang utusan itu bernama Barnstein dan Heyer. Setelah berunding dengan Pemerintah Hindia Belanda dilanjutkan berlayar dari Betawi ke Banjarmasin (saat itu nama daerah ini Bandar Masih) setelah 44 hari berlayar dengan kapal barang tibalah Zending Barnstein seorang ke Kalimantan (26 Juni 1835) dengan misi mengabarkan injil untuk orang Dayak .
Misionaris ini memutar akal untuk dapat berhubungan dan berkomunikasi yang akrab dengan orang Dayak, bulan pertama strategi pendekatan adalah mencari pemimpin suku Dayak yang dilalui sebulan setelah tiba di Bandar Masih dilanjutkan melayari sungai Barito lalu menyusuri sungai Kahayan hingga sampai ke Kahayan Hilir, tepatnya di Gohong, Barnstein mengangkat saudara dengan Temanggung Ambo Nikodemus. Melalui prosesi inilah misi Zending dapat berjalan dengan lancar di kalangan orang Dayak . Di penghujung tahun 1835 berdatangan tiga orang misionaris lainnya untuk membangun pangkalan PI di pulau Kalimantan saat itu. Salah satu yang menarik dari periode Zending ini yaitu misi pendidikan sebagai salah satu tujuan dari lima pokok pencerahan yang dilakukan orang-orang Jerman kepada suku Dayak di Kalimantan.
Namun, pekerjaan Zending ini berakhir tragis setelah terjadinya Perang Banjar sekitar tahun 1859-1866 sehingga banyak misionaris yang harus kehilangan nyawanya karena entitas eropa atau sebutan kulit putih di kalangan suku pribumi, stigma tersebut melekat erat pada diri mereka walaupun mereka berbeda misi dengan bangsa Belanda yang menduduki Indonesia saat itu. Setelah pemberontakan itu tuntas, barulah kegiatan Zending berlanjut kembali dalam waktu yang sangat pelan dan lambat.
Sejarah lain di Kalimantan mencatat pada 1894 di Tumbang Anoi, desa di kabupaten Gunung Mas, diadakan perjanjian damai antarsuku Dayak untuk menghentikan “Kayau” (kayau diistilahkan dalam bahasa Inggris yaitu Head Hunting). kayau merupakan tradisi untuk meningkatkan derajat dan kekuasaan suatu suku di wilayah Dayak atas suku lain. Nah, perjanjian itu meniadakan tradisi ini selain itu juga dihasilkan 96 pasal perjanjian perdamaian.
Saya yakin perjanjian damai Tumbang Anoi pada 1894 merupakan akumulasi dan akulturasi hasil dari pencerahan Zending ini kepada orang-orang Dayak, di samping keinginan dari hati nurani orang Dayak sendiri yang ingin hidup damai dan bosan dengan perang antarsuku.
Sampai tahun 1911 sekitar 3000 orang dayak dibaptiskan menjadi kristen. Namun, kesulitan kembali melanda PI di Kalimantan di awal abad 20 dengan pecahnya perang dunia pertama yang mengakibatkan kesulitan keuangan operasional zending Jerman. Yang kemudian diambilalih oleh Zending Basel yang berkedudukan di Swiss untuk melanjutkan pekabaran injil di Kalimantan pada tahun 1920. Tahun 1920, tercatat 5000 orang sudah dibaptis dengan pekerja injil 14 orang, 39 penetua, 14 misionaris beserta keluarga, dan 11 pangkalan induk (stasi) zending.
Pada periode 1920-1935 inilah mulai diadakan pembenahan sampai pada deklarasi pendirian Gereja Dayak Evangelis yang dilakukan di Kuala Kapuas setelah sebelumnya tahun 1925 dibentuk Majelis Sinode pertama di Banjarmasin, di lanjutkan pertemuan-pertemuan sinode 1928, 1930. Pada tahun 1932 didirikan Sekolah Teologia di Banjarmasin yang menjadi cikal bakal STT Banjarmasin yang masih berdiri sampai saat ini.
Pada 5 april 1935 ditahbiskan lima orang pendeta Dayak pertama yang menjadi Pekerja Injil Nasional pertama di Indonesia, yaitu : Pdt. Rudolf Kiting, Pdt. Eduard Dohong, Pdt. Gerson Akar, Pdt. Hernald Dingang Patianom, Pdt. Mardonius Blantan. Inilah pionir-pionir muda yang energik dan membangun tanah Dayak dengan pekabaran injil. Dengan ditahbiskan kelima pionir ini dinyatakan tahun lahirnya Gereja Dayak Evangelis
Penguatan kembali terjadi pada persidangan zending tahun 1937 yang menginginkan banyak pekerja injil berasal dari orang setempat yaitu orang dayak atau orang-orang Borneo. Artinya sejak akhir abad ke-19, pendidikan merupakan sarana penting dan strategis untuk mengubah dan membentuk karakter sebuah bangsa walau dengan perjuangan yang berat dan bermandikan darah hingga berkorban nyawa. Diawali dari misi tanpa berujung Zending Barnstein yang akhirnya muncul orang-orang terdidik dari suku yang awalnya dikenal sangat ekstrim dan sering terjadi perang antarsuku, namun akibat “campur-tangan” orang-orang yang peduli dan terpanggil karena kerinduan mereka memberitakan Kabar Keselamatan membuat perubahan yang berdampak (1835 – 1935) yang artinya diperlukan sekitar seratus tahun untuk mengubah orang-orang Dayak ini menjadi pionir yang mandiri dan berjuang berdikari untuk mengubah martabatnya sendiri.
Saat ini wilayah pelayanan Gereja Dayak Evangelis (GDE) yang pada tahun 1950 melalui sidang sinode berganti nama menjadi Gereja Kalimantan Evangelis meliputi seluruh wilayah Kalimantan (termasuk Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur).
Dengan kata lain jika kita ingin maju dan menghitung tahun proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945 dapat diandaikan, melalui perjuangan yang keras dan penuh tantangan dalam dunia pendidikan maka tahun 2045 nanti Indonesia akan menjadi negara yang mapan dan tidak lagi berkutat dan tenggelam dalam gosip serta berita-berita yang saling melemahkan. Bangsa ini sudah cape dan lelah dengan pernyataan-pernyataan yang melemahkan para pemimpinnya satu sama lain, baik itu di setiap level dn strata.
Sementara bangsa lain bergiat dan berjuang penuh, berfokus konvergen untuk memajukan bangsa mereka (walaupun dengan cara ekspansionis seperti perang dan intervensi). Sebagian besar kelompok utama bangsa ini menghabiskan waktu dan daya upaya memikirkan kelemahan-kelemahan rival-rivalnya.
Alih-alih mengritik Presiden, para Menteri, para Gubernur dan para kepala daerah lainnya melalui dialog-dialog (yang diselubungi usulan atau pandangan atau pengamatan) yang akhirnya menjadi polemik dan dagelan sebagai santapan harian di media nasional maupun elektronik. Tidak ada keinginan berhenti dari dialog-dialog kritis yang semakin tenggelam ke dalam lautan keputusasaan, kehabisan energi, muncul energi negatif dan pesimistik, akhirnya sebagian besar generasi muda bangsa ini malas untuk bangun dan bangkit karena ketakutan setengah hidup tidak tahan dikritik dan dibombardir dengan intimidasi, teror kata-kata, intervensi ketidakpercayaan, intervensi ketidakmandirian.
Dengan alasan jika generasi muda diberi kemandirian, mereka akan menginjak kepala yang lebih tua, tidak hormat lagi, mereka akan tidak ingat lagi dengan generasi tua ini, generasi muda ini akan melupakan generasi tua dan membawa bangsa ini ke arah yang tidak jelas. Padahal energi muda atau Youth energy itulah sebagai energi yang terbarukan dan energi yang tidak pernah padam, dan melalui pendidikan segala ketakutan itu sirna jika diberikan pada jalur yang sesuai dengan cita-cita bapak-bapak dan ibu-ibu Bangsa our the founding Fathers yang namanya harum dan tertulis dalam buku-buku sejarah.
Melalui pendidikan, karakter dan wujud suatu bangsa yang Terbaik dapat terwujud nyata.
Selamat Hari Minggu, Selamat Hari Pendidikan GKE, 05 Mei 2019.
Tuhan Yesus Kristus Memberkati.
Sumber : http://msgke-kalteng.org/tentang-ms-gke-kalteng/sejarah-berdirinya-ms-gke-kalteng/
http://gke-gerejakalimantanevangelis.blogspot.com/2011/03/sejarah-gke.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar